Senin, 15 Februari 2021

Selamat Pagi, Selamat Bertambah Usia

 



Angka hari ini begitu cantik. Menggambarkan betapa pemiliknya adalah penakluk cemas; penabur pelangi, dan penjaring tawa. Seingat saya, keganjilan angka hari ini adalah semesta dan seisinya. Jika ditanya siapa manusia paling beruntung, maka jawabnya adalah saya. Sebab, sayalah satu-satunya (sampai hari ini) yang selalu mengamati garis-garis gradasi yang ada di pipi kanan dan kirinya. Mengagumkan.

Tidak terasa memang, sekarang sudah ke- tiga puluh tiga. Keganjilan yang telah disepakati. Angka yang mencipta harmoni; keteraturan. Semesta seperti bersepakat, tahun ini adalah milikmu. Sebab di angka ini, pintu kesejatian hidup tidak lagi halusinasi. Bukan lagi kepingan puzzle yang harus digenapi. Tapi angka hari ini adalah, lorong panjang yang lampunya sudah menyala semua. Biarkan mereka lewat dan menjemput mimpi-mimpinya, katamu suatu ketika.

Banyak orang di luar sana, sampai detik ini, masih belum menemukan definisi yang melegakan tentang angka sepasang itu. Tiga-tiga bagi mereka begitu sakral. Mendiamkan, lalu kemudian menebak-nebak artinya sudah lebih cukup bagi mereka. Namun tidak bagi saya. Angka ganjil yang sepasang ini adalah ceruk kehidupan. Infinity harapan saya. Kebahagiaan saya. Dan syukur saya. Tiga-tiga adalah bagaimana engkau selalu meyakinkan saya, bahwa apa pun itu, akan baik-baik saja jika bersama. Dan, saya selalu menggenggamnya.

Masih tentang tiga-tiga. Saya, dan mereka -mungkin saja- sepakat bahwa angka tiga-tiga adalah kebijaksanaan esoteris. Ini bukan hanya kebetulan yang kerap kali bisa kita duga. Akan tetapi, Tuhan menyelipkan rahasia di balik angka itu. Seperti yang pernah saya baca, -konon- angka ganjil itu berhubungan langsung dengan pencerahan, kesehatan dan aktualisasi diri yang sejati. Banyak peristiwa luar biasa menyelimuti angka ajaib itu. Misalnya saja, tentang tersalibkannya Sang Mesias; Yesus, di bukit Golgota pada usia tiga-tiga, sehingga ketika itu, penduduk  Golgota menjadi sangat mensucikan angka itu.

Tidak berhenti di sana, mayoritas Muslim merapal Tuhan-nya juga melalui angka tiga-tiga. Ritual-ritual mereka tidak akan pernah terasa suci jika angka ganjil itu tidak membasahi lisan mereka.  

Sekelumit keajaiban tiga-tiga itu, memang, tidak akan pernah bisa sebanding denganmu. Tapi setidaknya bisa membuat dua mata indahmu terbuka, jika hari ini kamu adalah manusia paling sakti di jagat ini. Coba, buka jendela. Dan lihatlah awan-awan itu berebut paling cepat menengadahkan tangan. Memohon curahan rahmat dari Tuhan-nya. Dan akan menhujankannya untukmu semua. Tidak tersisa sepercik pun bagi mereka. Dan juga bagaimana Sang Mentari yang sengaja melambatkan diri bersinar. Sebab ia sadar, ada yang lebih bersinar pagi ini. Tidak mau kalah juga, perhatikan nada cericit pagi ini, suara itu serupa harpa yang dimainkan dengan tempo tiga-tiga. Lalu mencetak namamu dalam melodi mereka. Ada lagi, bagaimana tulang belulang, ruas-ruas jari, jantung, paru-paru, lambung, empedu, kulit ari, dua tangan, sepasang kaki, satu hidung, dua kuping, dua mata, ribuan rambut kepala, dagu lancip, dan kilatan kulit semua sedang bersuka cita. Bernyanyi, berdansa, saling membenturkan gelas bergagang langsing mereka. Mereka berpesta hari ini. Mengekspresikan lukisan masa yang mereka mulai sejak mereka berumah di Rimba Amniotik tiga puluh tiga tahun yang lalu. Hari ini penantian itu telah datang. Membersamaimu. Menggandeng tanganmu. Berharap limpahan berkah darimu.

Demikian, alur kata-kata ini mengalir. Jemari ini sudah merasa sangat bersalah telah mengurai betapa saktinya dirimu pagi ini. Namun apa pun kesalahan saya itu, tetap izinkan saya mengatakan: Selamat bertiga-puluh-tiga.

 


Dari laki-laki yang sangat biasa, tapi tak pernah biasa mencintaimu.

Luthfi_Madu

 

8 komentar:

Mengapa Saya Lebih Memilih Ikut Perlombaan Burung Lovebird?

  Mengapa Saya Lebih Memilih Ikut Perlombaan Burung Lovebird? Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang penuh tekanan dan tuntutan, mencar...