Rabu, 27 Desember 2023

Siapakah Ibumu?

 


Untuk 22 Desember 2023

Siapakah Ibumu?

 

Ia; di rahimnya,

Aku selalu bermain

Petak umpet,

Lalu ia,

Menebak-nebak.

Di mana kakiku,

Di mana kelaminku.

-selebihnya, ia pemilik kekhawatiran terbaik.

 

Ia adalah Perempuan,

Yang berkali-kali

Kubuat patah hati.

-selebihnya, ia adalah pabrik senyuman.

 

Ia adalah pemilik rasa lapar

Terhebat,

Karena membiarkanku kenyang

-selebihnya, ia adalah takdir terbaik.

 

Ia, Perempuan.

Yang hanya mengatakan, oh …

Ketika aku enggan mengangkat teleponnya

Dengan sejuta kebohongan yang kubuat-buat.

-selebihnya,ia adalah penggenggam maaf yang tak pernah purna …

 

Jika rinduku satu, maka rindunya dua.

-dan ia salu bertanya: kamu baik-baik saja?

Selasa, 26 Desember 2023

Dunki (Review Film)


 Dunki (Review Film)

Dunki. Dunki. Dunki. Kepala saya penuh dengan judul film ini. Sebuah film drama yang berkisah tentang 4 manusia yang ngotot pingin terbang ke London. Seperti film Rajkumar Hirani yang lain, Semisal Tree Idiots, Dunki juga dibuka dengan alur maju, yang kemudian terjadi flasback keseluruhan alur. Menarik.

Tampaknya, melihat antusias istri saya bercerita tentang film ini, dan beberapa penggila film yang menjadi komunitasnya, Dunki tampil menjadi film Bollywood yang paling ditunggu di tahun ini.

Film ini merupakan film ke-3 Shah Rukh Khan di 2023. Dua film sebelumnya sukses besar. Dan tentu saja -feeling saya- Dunki juga akan mendapatkan kesuksesan yang sama. Dalam film ini, Shah Rukh Khan tidak sedikit pun kehilangan karomah sebagai aktor sepanjang masa. Senyum. Otot tubuh. Gerak tari. Dan pesona tidak memudar. Awet. Utuh. Dan membuat banyak Perempuan ginjal-ginjal. Meski Dunki adalah kolaborasi pertamanya dengan Sang Sutradara, Shah Rukh Khan berhasil mempersembahkan yang terbaik. Sehingga antusiasme terhadap film ini sangat besar sejak kali pertama dirilis.

Film ini juga menampilkan Manu (Taapsee Pannu), Balli (Anil Grover), dan Buggu (Vikram Kochhar) sebagai 3 pemuda kisaran 20 tahun yang hidup di sebuah desa pelosok di India. Namanya Laaltu. Keadaan yang serba tidak pasti membuat ketiganya mempunyai tekad untuk pergi ke Luar Negeri; London. Tapi itu sangat sulit diwujudkan. Visa menjadi kendala utama mereka.

Lalu, Hardy (Shah Rukh Khan) datang di kehidupan mereka. Dan berjanji membawa mereka ke London, meski harus dengan cara ilegal. Janji ini merupakan buntut dari kematian salah satu teman mereka yang bernama Suki yang meninggal secara mengenaskan dengan cara membakar diri. Suki merasa sangat bersalah dan kecewa karena gagal menyelamatkan Jessy (kekasihnya) yang ada di London. Jessy menikah dengan lelaki lain dan dibawa ke London oleh suaminya. Akan tetapi Jessy menghadapi banyak siksaan yang akhirnya membuat ia bunuh diri. Kegagalan ini terjadi karena Suki gagal mendapatkan visa.

Dalam film ini, Sang sutradara begitu brilian mengonsep cerita dan memaksimalkan kekuatan para aktornya. Sehingga perpaduan komedi dan emosi bisa ditampilkan sangat sempurna. Dan mampu membuat penonton tertawa dan menangis bersamaan. 

Penampilan Shah Rukh Khan sebagai Hardy sangat luar biasa, dan sudah pasti mendominasi. Ia membawa pesona dan karisma pada karakternya. Monolog di ruang sidang bisa jadi menjadi adegan terbaik dalam karirnya selama hampir empat dekade ini. Singkatnya, tokoh utama yang ia perankan mampu ia kuasai sepenuhnya.

Tidak kalah keren adalah aksi Manu ketika terlibat dialog dengan Hardy di sepanjang film ini. Dialog mereka lebih banyak tentang pertukaran rasa. Bahkan saat sampai di London. Dialog mereka masih tentang rasa cinta masing-masing. Dalam bagian ini -mungkin- para penonton sudah menebak mereka akan bersatu di London. Tapi justru sebaliknya. London menjadi kota yang memisahkan keduanya. Hardy idealis. Sebagai mantan tentara, ia tidak bisa membohongi Nurani. Terlebih jika itu menyangkut tanah kelahirannya. Beda dengan Manu. Keinginannya yang sangat kuat untuk mengubah hidup di London membuat ia kehilangan idealisme hidupnya. Manu memilih berbohong untuk mendapatkan suaka dan tinggal secara legal di kota tersebut.

25 tahun berlalu. Hardy dan Manu Kembali bertemu. Mereka membuat janji pertemuan di Abu Dhabi. Pertemuam itu, tentu saja, juga ada Buggu dan Balli. Mereka bertemu dengan beragam rasa yang tidak biasa.

Manu tidak berani sebebas dulu. Begitu juga dengan hardy. Karena keduanya mempunyai anggapan yang sama, bahwa masing-masing telah berkeluarga. Anggapan itu salah. Manu ternyata memilih untuk sendiri. Hardy merasa senang. Tapi sedetik berikutnya, hatinya bergemuruh. Sebagai mantan tentara, ia tidak ingin meneteskan air mata. Ia hanya berteriak sekencang-kencangnya. Sebab ia tahu, Manu tidak seperti dulu. Ia sekarat. Dan jatah hidupnya tinggal sebulan.

Dari Abu Dhabi, mereka berempat pulang ke Laaltu dengan jalur deportasi. Mereka pulang sebagai imigran ilegal. Menaiki pesawat. Tidak lagi dengan cara Dunki. Seperti yang dijanjikan Hardy kepada Manu.

Cerita ditutup dengan adegan yang menyedihkan antara Manu dan Hardy. Hardy jujur kepada Manu jika ia juga memilih sendiri dan menunggu Manu. Hardy segera melamar Manu. Akan tetapi jari-jari Hadry kalah cepat dengan takdir Manu yang harus pulang di saat itu juga.

Dengan alur yang rumit ini. Serta gambaran kisah nyata tentang Dunki dan perjalanan ilegal Imigran serta kisah cinta yang sangat mengguncang, saya, sebagai pecandu film, memberi nilai 9.5 untuk film Dunki ini. Sehingga, saya sangat menyarankan kalian semua untuk tidak ketinggalan menonton Film yang diputar secara serentak di 22 Desember 2023 kemarin. Sisihkan waktu kalian untuk film keren ini. Dan kelak, berterimakasihlah kepada saya ^_^

 

Minggu, 24 Desember 2023

Natal Dalam Ingatan Masa Kecil (Revisi)

 


Natal Dalam Ingatan Masa Kecil (Revisi)

Selain hari raya Fitri dan Adha, Natal juga menjadi hari raya yang paling kami tunggu. Sebab di malam sebelum Natal, kami akan berkumpul di serambi Masjid. Lalu bermain tebak-tebakan, apakah besok akan turun hujan di pagi hari atau tidak. Biasanya saya yang sering menang. Sebab, hampir semua Natal yang melewati masa kecil saya selalu turun hujan. Kadang deras. Kadang hanya berupa rintik. Jika tidak keduanya, biasanya langit akan sangat gelap. Awan menggulung semuanya. Semua menjadi pekat. Angin sering juga datang dengan menandak-nandak. Namun, semua berbanding terbalik dengan hati saya. Banyak pelangi di lapisan-lapisannya. Ya, saya menang lagi tahun ini. Benar, kata kawan saya. Natal selalu berpihak pada saya. Tiap tahun. Tak ada kesenangan yang melebihi itu semua. Kami Bahagia. Kami bersuka cita. Natal mencipta banyak seyum di hidup kami.

 

Lalu, di pagi harinya kami akan berkumpul lagi. Masih di serambi Masjid. Rintik hujan menghiasi semuanya. Butirannya yang lucu berpantulan di ujung daun-daun. Kami semakin antusias. Di serambi itu, kami membahas acara tahunan kami. Berburu makanan –jajanan pasar- yang dibagikan gratis oleh pihak Gereja yang tidak jauh dari rumah kami.

Sebagai orang miskin, mendapat makanan gratis itu setara mendapat mukjizat. Kami akan tertawa lepas dengan mulut penuh dengan makanan. Sementara untuk minumnya, kami akan ke Masjid yang tak jauh dari tempat kami menerima makanan gratis itu. Sebab air di sana sangat menyegarkan. Kata teman saya, pihak Gereja lupa memesan teh kotak. Lalu kami tertawa lagi. Bahagia lagi. Kami semua menjadi lupa jika kami adalah orang miskin; yang jika pingin beli es strup harus pergi dulu ke sawah untuk mencari sisa padi yang jatuh di pematang. Kami kumpulkan perlahan. Ketika sudah agak berat, kami akan menukarnya dengan sebungkus es strup itu dan sebiji ote-ote. Kami tak pernah mengeluh. Detik yang berlalu dari kami selalu penuh dengan berkah. Tuhan Maha Penyayang. Teriak kami sepanjang perjalanan pulang dari Gereja.

 

Dan biasanya, ketika sudah sampai di desa kami lagi, kami tidak lantas pulang ke rumah. Tapi kami mampir di sungai desa. Tak menunggu lama, kami langsung berendam, kamudian beradu cepat berenang. Ketika sudah lelah, kami akan segera ke saung yang –biasanya- ada di tengah-tengah sawah. Di sana, kami membahas kenapa setiap Natal seringkali hujan. Kami tak akan membahas keimanan. Sebab bagi kami, ketika itu, yang ada di kepala hanyalah pergi ke Masjid menjelang Magrib, dan baru pulang setelah Isya. Di rentang waktu yang singkat itu, kami akan mengaji turutan, merapal Jurumiyah, dan main gobag sodor.

Semua kami kerjakan di pelataran Masjid. Kami tidak terpikir tentang makanan yang kami kunyah di hari Natal. Kami juga tidak pernah memiliki amunisi untuk menduga-duga, apakah makanan yang kita makan itu akan berpengaruh pada keimanan kami. Yang kami pikir hanyalah bahwa Natal itu hari yang penuh berkah bagi kami; manusia-manusia yang lebih banyak lapar ketimbang kenyang.

###

 

Waktu sangat cepat berlalu. Tak ada lagi malam Natal di serambi Masjid. Yang saya temukan hari ini adalah kekhawatiran tentang iman. Tentang simbol-simbol yang disangka akan mendistorsi agama kita. Rintik yang selalu saya rindu pun enggan menampakkan wujudnya. Pagi, di hari Natal, hanyalah petak umpet, saya dan beberapa saudara seiman saya. Garis batas itu menjadi sangat tebal. Tembok pemisah itu semakin tinggi menjulang. Saya seperti sendiri. Menertawai gradasi takdir saya; yang tiba-tiba saja membawa saya di keadaan yang serba rumit ini. 

Saya memilih pulang saja. Malam Natal ini menjadi sangat biasa. Saya tak menemukan kesakralan itu lagi. Saya akan menulis banyak puisi; sambil berharap ada mesin waktu yang menarik saya kembali ke masa lalu. Sebuah masa, di mana Natal menjadi keberkahan bersama. Bukan menjadi hantu yang harus kita rapalkan mantra.

Dan esok harinya, saya akan menonton Home Alone seharian penuh. Film jenius yang selalu menyita kepedihan hidup kami ketika itu. Sambil berdoa, semoga Gereja-gereja suci itu tak lagi dijaga. Tapi akan kembali menjaga, memeluk, dan merawat tawa saudara saya semua.

 

###

Interval. 2019. Meloncat ke 2023. Kekhawatiran saya dulu, 4 tahun yang lalu, sirna. Hari ini, di tanggal ini, Natal Kembali membahagiakan kami. Saudara kami. Lintas iman. Lintas kitab suci. Tidak ada lagi parade menakar iman. Mungkin, kami Lelah. Jenuh. Atau bahkan sudah sadar. Keimanan, Tuhan yang tahu. Surga-Neraka Tuhan yang tahu.

Dulu. Dulu sekali. Kiyai Sangaji, guru ngaji saya, tak pernah bosan mengingatkan kami, bahwa manusia itu beragam. Kepala sama, isi beda. Mata sama, pandangan berbeda. Telinga sama, pendengaran berbeda. Tapi ada satu yang tidak berbeda, jaring-jaring penciptaan kami. Beliau menambahkan, kami dan mereka terikat. Mendoakan mereka jelek, maka akan memantul ke kami, begitu seterusnya. Sampai kami benar-benar sudah mati.

2023. Tahun yang membuat saya sangat antusias, jika kesetaraan sosial akan menjadi wujud yang bisa dipeluk. Bukan angan-angan yang mendadak hilang jika azan Magrib menjelang. Di tahun ini, saya begitu bergembira dan meneteskan air mata haru. Melihat mereka yang terus merevisi ajaran-ajaran masa lalu tentang kami yang berbeda. Tentang kami yang diajari menyadari hadirnya perbedaan tapi tidak pernah diberitahu tentang bagaimana memahami dan menerima perbedaan. Sekarang tidak. Kami diajari tentang kehidupan yang seimbang. Natal. Ramadan. Fitri. Adha. Adalah cara kami, yang beda ini, menenun kesetaraan. Kebahagiaan. Menjahit ulang doktrin-doktrin lama kami. Menjadi baju yang bisa dipakai bersama. Saling menebar senyum dan doa. Akhirnya.

“Selamat Natal, bagi semua saudara saya yang merayakan. Semoga Bahagia”.

 

 

 

 

Selasa, 19 Desember 2023

Pembukaan KKN Reguler Multisektoral UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 2023

 



Pembukaan KKN Reguler Multisektoral

UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 2023

 

Langit belum sempurna mengeringkan mimpi-mimpi di pagi ini. Tapi, saya, dan mungkin di ujung sana, kolega saya; Dr. Reni, sedang bersiap juga. Kami mempunyai agenda yang sama di hari ini. Kebetulan ini terulang lagi. Kami -sekarang- menjadi DPL di desa yang sama lagi, seperti yang pernah kita lakukan beberapa tahun silam saat kami mendapatkan tugas pendampingan di Pule, Trenggalek. Semoga, kami seperti dulu lagi. Kompak dan membahana badai :D.

Untuk KKN kali ini, saya mendapat tugas pendampingan di desa Tanggul Kundung, Besuki Tulungagung, yang memang saya pilih saat mengisi form pendaftaran menjadi DPL. Lokus pendampingan yang tidak terlalu jauh dan akses yang mudah menjadi pertimbangan saya saat menjatuhkan pilihan di kecamatan Besuki Tulungagung. Dengan harapan, lokus yang mudah tertempuh membuat saya bisa maksimal melakukan pendampingan. Artinya, jika ada program-program KKN yang -memang- membutuhkan saya ada, maka hal itu bisa sangat mudah untuk saya wujudkan.

Saya berangkat pukul 08:00 tepat, dan sebelum sampai jam 09:00 saya sudah berada di kantor desa Tanggul Kundung yang merupakan lokasi acara pembukaan. Padahal, saya juga sempat mampir untuk sarapan di sekitaran Beji. Pembaca perlu tahu, di daerah tersebut ada Soto yang mantul sekali, tapi, tidak akan saya bahas di sini tempatnya. Kecuali, pembaca berjanji kepada saya untuk mengajak makan bersama di sana :D.

Saat tiba di sana, saya disambut antusias peserta KKN. Di sana juga, ternyata, sudah ada Bu Reni yang duduk bahagia bersama putrinya. Tampaknya pagi ini, beliau sedang berwarna sekali. Kami bertegur sapa lagi. Berdiskusi. Berbincang. Dan beliau mengatakan, jika rumah beliau tidak jauh dari kantor desa ini. Ah. Pantesan, kok saya diminta mampir. Dan akan dikasih durian yang banyak.

Waktu beranjak dari pukul 09:00 menuju 20 menit ke dapan. Saya mengedarkan pandangan ke semua arah. Ada satu peserta KKN yang menangkapnya. Lalu mendatangi saya dan mengatakan jika Pak Lurah masih ada acara di rumah warga. Apakah beliau bisa hadir? Bisa, Pak. Jawabnya penuh semangat. Kantor sepi, Pak. Beberapa perangkat ada undangan ke Surabaya. Katanya menjelaskan. Baiklah. Saya mengangguk. Dan ia meninggalkan saya untuk menertibkan teman-temannya. Sebab, katanya, Pak Lurah sedang dalam perjalanan menuju lokasi.

Saya bersiap. Dan berdiri di ambang pintu aula. Saya menyambut kedatangan Pak Lurah. Tidak berselang lama. Beliau datang. Akan tetapi tidak langsung ke aula. Beliau lebih dulu ke ruangan kerja. Sebab di sana, sudah ada beberapa warga yang membutuhkan tanda tangan.

Tepat pukul 09:30, acara dimulai. Saya, Bu Reni, dan Pak Lurah duduk berdampingan di depan menghadap kepada hadirin yang hadir. Mereka yang hadir adalah dari semua unsur pemerintahan desa dan peserta KKN. Acara dibuka oleh MC dengan membaca Fatihah berjamaah. Kemudian disambung dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars UIN SATU Tulungagung. Setelah kedua acara itu selesai. Dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Pertama oleh Bu Reni, selaku DPL, dan oleh Pak Lurah, selaku tuan rumah.

Dalam sambutan tersebut, Bu Reni menjelaskan secara detail tentang konsep KKN saat ini. Dengan Bahasa yang ringan dan sangat mudah dipahami, beliau mengatakan bahwa KKN sekarang ini tidak membangun fisik, seperti tugu, jalan, dan yang lainnya. Tapi yang dibangun oleh KKN sekarang ini adalah non fisik, atau mental. Maka dari itu, masih kata beliau, KKN ini berbasis Keluarga Maslahat. Dengan harapan, kehadiran kegiatan KKN di Tanggul Kundung ini, setidaknya, bisa memberikan sumbangan pola pikir baru tentang keluarga maslahat.

Dalam kesempatan itu pula, beliau mnejelaskan tentang Kesehatan mental. Masih menurut beliau, mental yang tidak sehat akan menimbulkan banyak problem sosial di keluarga. Misalnya saja, perceraian dan maraknya kasus bunuh diri. Mental yang sehat muncul di keluarga yang sehat (baca: maslahat). Dengan dibumbui joke-joke segar beliau, kami yang menyimak jadi mudah memahami dan merasa waktu begitu cepat berlalu. Dan tetiba saja beliau segera mengakhiri sambutan yang disambut dengan riuh tepuk tangan yang hadir.

Sambutan yang kedua dari Pak Lurah. Setelah membuka sambutan perkenalan diri, satu kata yang keluar dari beliau adalah bahwa UIN SATU dengan desa Tanggul Kundung itu sudah seperti saudara kandung. Saya tersenyum. Bu Reni tersenyum. Dan semua peserta KKN tersenyum. Ternyata kami pulang ke rumah sendiri. Seperti formalnya sambutan pembukaan sebuah kegiatan, Pak Lurah; yang dalam hal ini sebagai tuan rumah, memohon maaf jika perihal gupuh dan suguh ada yang kurang. Lalu beliau berpesan agar semua peserta KKN jangan ada yang pergi-pulang. Artinya, mereka diharapkan agar menuntaskan kegiatan dengan tetap berada di posko yang sudah disediakan. Beliau juga menambahkan, jangan menganggap perangkat desa dan Masyarakat desa Tanggul Kundung sebagai orang lain. Semua bersaudara. Oleh sebab itu, peserta KKN jangan sungkan untuk menjalin komunikasi dengan mereka semua. “Wakafkanlah kebaikan untuk mereka,” tutup Pak Lurah di akhir sambutan beliau. Setelah itu, beliau dimohon untuk mengalungkan ID-Card ke dua peserta KKN sebagai simbolisasi dimulainya kegiatan KKN Reguler Multisektoral UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 2023 di desa Tanggul Kundung kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung.

Memasuki acara terakhir adalah doa. Karena tokoh masyarakat yang diundang berhalangan hadir, maka tugas membaca doa diserahkan ke saya. Dengan niat tulus dan hati yang tertata, saya berdoa semoga kegiatan KKN ini membawa keberkahan bagi semuanya.

Dengan berakhirnya pembacaan doa, maka semua rangkaian kegiatan pembukaan KKN Reguler Multisektoral UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 2023 dinyatakan selesai dan terlaksana dengan baik.

Setelah seremonial pembukaan, kami berfoto bersama dengan seluruh hadirin yang ada. Lalu, satu persatu hadirin meninggalkan aula. Hanya kami: DPL dan peserta KKN yang bertahan di sana.

Di aula, kami berdiskusi sebentar. Kemudian saya dan Bu Reni bertemu secara pribadi dengan Pak Lurah di ruang kerja beliau. Kami bercerita banyak hal. Termasuk cerita Pak Lurah, yang ternyata seorang purnawirawan Polisi. Mempunyai dua anak yang sudah berkeluarga semua. Dari beliau juga, saya tahu bahwa Tingkat perceraian di Tanggul Kundung sangat tinggi.

Sebenarnya beliau masih pingin cerita banyak hal kepada kami. Akan tetapi, hari ini jadwal kegiatan beliau sangat padat. Sehingga kami segera pamit.

Tidak terasa, waktu sudah berada di pukul 12 siang. Saya dan Bu Reni harus mengakhiri semua kegiatan pembukaan itu. Selanjutkan, kami akan ke posko masing-masing peserta KKN yang kami dampingi.

Posko kelompok dampingan saya ternyata dekat dengan kantor desa. Rumahnya besar dan sangat representatif. Bonusnya, yang punya rumah menggratiskan biaya sewa. Peserta KKN hanya diminta membayar Listrik yang digunakan. "Di sini juga ada ayam, Pak!" teriak salah satu dari mereka. Maksudnya? "Kami tidak akan kekurangan gizi!" Mereka kompak tertawa. Milik siapa? Yang Punya rumah? "Benar, Pak." Saya tertawa. Jangan sampai ketahuan, kata saya bercanda.

Saya berbincang banyak hal juga dengan mereka di posko. Termasuk mengkonsep program-program unggulan mereka yang kesemuanya berbasis keluarga maslahat. Setelah dirasa semua sudah disiskusikan, saya pamit meninggalkan posko.   

 

Mereka itu, EMAS!

Mereka itu, EMAS! (Sebuah Pengantar) Tuhan Yang Mahakuat, Puji-puji ini untuk Engkau. Kepada Sang Nabi, saya haturkan Salawat: Semoga ka...