Selasa, 31 Desember 2019
Terompet Tahun Baru Mbah Rekso
Kamis, 26 Desember 2019
Tuhan Tak Serumit Isi Kepala
Tuhan Tak Serumit Isi Kepala
Pagi-pagi telepon saya
berdering. Ada nomor asing tercetak di layarnya. Dari sana, ia menyapa. Oh.
Saya ingat, ia adalah teman saya yang kini menetap di Sulawesi; meninggalkan
saya dan kampung halamannya. Suaranya masih seperti yang dulu. Renyah dan penuh
semangat.
Saya bertanya kabar. Ia
baik-baik saja. Bahkan jauh lebih baik dari saya. Terdengar kelakar dari
seberang sana. Tapi saya tahu, ia sedang ingin bercanda. Dari dulu, ia suka
menertawai dirinya sendiri. Ah. Peduli setan, gumam saya dalam hati.
Ada apa, Kawan?
Ia tidak menjawab. Ia
memilih bercerita bagaimana kehidupannya di sana. Sekarang, ia sedang ‘momong’ banyak
remaja; yang rata-rata memiliki masa lalu yang gelap. Mulai pecandu miras
sampai pengedar narkoba. Para remaja ini ia bimbing untuk hidup lebih baik.
Kebetulan, kawan saya yang satu ini dipercaya masyarakat setempat sebagai
pemborong rumah yang jujur, bagus, dan tentunya memiliki harga yang miring
dibanding pemborong lain. Jadi, mereka yang di sana diajak untuk bekerja; yang
gajinya tidak diberikan sepenuhnya. Gaji dipotong dua puluh persen untuk
disimpan. Dan secara diam-diam, ia mengirimkannya ke rumah orang tua para
remaja itu.
Tidak cukup sampai di situ,
kawan saya ini juga membuat aturan yang sangat ketat sebenarnya, tapi dikemas
dengan bungkus yang sangat lunak. Sehingga mereka tidak sadar jika sedang
didisiplinkan. Contoh kecilnya adalah kewajiban salat lima waktu. Kawan saya
ini tidak pernah berteriak: “Ayo salat! Ayo salat!” Tapi ia
menyampaikannya dengan keteladanan. Dengan cerita-cerita unik, lucu. Ajakan itu
disampaikan saat main gaple, atau catur. Atau ketika sedang berkumpul untuk
minum-minum miras. Entah, mantra apa yang dimiliki kawan dekil saya ini.
Kalimat-kalimat lucunya seperti sihir. Membuat para remaja itu terlena.
Pada mulanya, mereka salat
di bawah pengaruh miras. Dengan pakaian seadanya. Tapi sekarang… Ah. Kawan saya
tidak sanggup melanjutkan ceritanya. Ia lebih memilih menikmati bulir-bulir air
matanya yang berjatuhan karena haru. Saya tertegun. Saya malu. Ia yang dulu
begitu, sekarang menjadi lilin di gelapnya kehidupan manusia-manusia malang
itu. Saya masih berencana, namun ia sudah melaksanakannya. Benar-benar Tuhan
Maha Pemberi Kejutan.
Lalu ia bertanya kepada
saya: “Apakah orang yang bertato tidak diterima ibadahnya?”
Dua mata saya menyipit.
Pertanyaan yang ia ajukan sangat tajam. Saya kira, tidak mudah untuk menjawab
pertanyaan itu.
Ia terus mendesak saya untuk
segera menjawab. Maka, dengan sangat tegas saya jawab: “Tuhan itu Maha
Baik. Maha pengertian.”
Ia terdengar melempar
senyum. Kemudian bercerita tentang seseorang bertato yang ia pertanyakan. Suatu
ketika ada seorang remaja datang padanya. Ada beberapa bagian tubuhnya yang
bertato permanen. Remaja itu menyampaikan niatnya untuk bertobat dan ingin melaksanakan
salat. Lalu remaja itu bertanya, apakah tubuh yang bertato boleh diajak
beribadah? Kawan saya spontan menjawab: Boleh!
Remaja itu begitu girang.
Berkali-kali ia marapal nama Tuhan. Duh Gusti … Duh Gusti … Duh Gusti.
Saya angkat topi untuk kawan
saya itu. Saya sangat setuju dengan jawabannya. Benar, siapa pun boleh
beribadah kepada Tuhan. Siapa pun tidak berhak melarang orang lain untuk
beribadah kepada Tuhan. Sebab Tuhan Maha Segalanya. Maha Karepe Dewe.
Hm. Pada dasarnya, tidak ada
manusia yang tidak menyimpan surga di lubuk hati kecilnya. Sebejat apapun
manusia, tentu saja ia tetap berharap ingin menginap di tempat kenikmatan itu.
Tidak terkecuali dengan remaja yang bertato itu. Harapannya, harapan saya sama.
Lalu bagaimana jika ada yang
bertanya bagaimana hukumnya beribadah dengan tubuh bertato permanen?
Saya kira, saya tidak perlu
menjawab pertanyaan ini. Sebab, yang perlu saya lakukan adalah melindungi niat
baiknya, merawat hatinya, dan menjaga harapannya. Terlepas diterima tidaknya
ibadah itu sudah wilayah Tuhan.
Agama saya begitu santun dan
lembut mengayomi pemeluknya. Agama ini bisa menerima manusia model apa saja.
Agama saya ini tidak mengajarkan bagaimana menyakiti hati orang lain. Tapi
sebaliknya, agama saya ini mengajarkan bagaimana merawat niat baik seseorang.
Melindungi dan menjaganya dari keterputusasaan. Saya ingin membahagiakannya
dulu. Saya ingin melihatnya tersenyum puas atas niatnya yang bisa diterima.
Ingat, waktu tidak pernah berhenti dalam satu titik. Ia akan terus berjalan.
Mengajak semuanya untuk belajar. Dasar seperti inilah yang meyakinkan saya,
jika remaja itu sudah bahagia dengan niatnya, ia akan sungguh-sungguh merubah
dirinya. Dan jika keyakinannya sudah kuat, barulah diberi definisi-definisi
ibadah dari sudut pandang fiqh.
Saya dan kawan saya itu
memiliki keyakinan yang sama; bahwa membuat orang lain berputus asa di jalan
Tuhan, maka Tuhan akan berlipat melaknat saya dan kawan saya.
Ingat, Tuhan itu Maha
Segalanya. Jangan dibikin rumit seperti isi kepala kalian. Mudahkanlah semua
urusan. Karena itu yang paling masuk akal.
Selamat menikmati Kopi Pagi,
Kawan. Jangan lupa rindu kepada mantan! Semoga.
Mereka itu, EMAS!
Mereka itu, EMAS! (Sebuah Pengantar) Tuhan Yang Mahakuat, Puji-puji ini untuk Engkau. Kepada Sang Nabi, saya haturkan Salawat: Semoga ka...
-
Menjadi Relawan Aksara (Catatan Pendek Pengabdian KKN Tanggulkundung 1 di Sekolah Dasar) Halaman masa depan itu masih tampak len...
-
Pembukaan KKN Reguler Multisektoral UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 2023 Langit belum sempurna mengeringkan mimpi-mimpi di ...
-
Mereka itu, EMAS! (Sebuah Pengantar) Tuhan Yang Mahakuat, Puji-puji ini untuk Engkau. Kepada Sang Nabi, saya haturkan Salawat: Semoga ka...