Kamis, 24 Desember 2020

Berteduh Di Bawah Payung Ibrahim

 





Sudah menjadi rahasia umum jika Desember adalah bulan yang “panas” bagi warga muslim bangsa ini. Persoalannya adalah seputar boleh tidaknya memberi ucapan perayaan agama lain (baca: Natal). Banyak perdebatan yang tersaji. Karena sebagian muslim berpendapat bahwa memberi ucapan selamat kepada perayaan agama lain adalah perbuatan murtad (keluar dari agama). Tentunya, pendapat ini mendapat respon yang cukup keras dari muslim lain yang tidak mempermasalahkan pemberian ucapan tersebut. Silang pendapat ini seperti tidak pernah menemui titik kesepakatan. Malah semakin runcing tiap tahunnya.

Di negara ini, muslim adalah kelompok agama mayoritas. Sehingga perdebatan itu bisa terdengar sangat nyaring di telinga semua lapisan masyarakat, tak terkecuali penganut agama lain. Panasnya perdebatan tersebut tentunya membawa efek negatif bagi umat Islam sendiri dan tentu saja bagi umat agama lain, khususnya umat agama Kristen. Tidak bisa dipungkiri bahwa perdebatan itu menjadikan pemeluk agama lain menjadi “alergi” dan cenderung curiga kepada umat Islam. Statusnya sebagai kafir akan terus berdesing di telinga mereka. Hal ini benar-benar sangat menyesakkan dada.

Perdebatan yang terus berlangsung dan semakin panas bisa berpotensi menjadi konflik horizontal sesama pemeluk agama dan dengan agama lain. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, jika masing-masing pemeluk agama mempunyai pandangan yang sama bahwa memberi selamat pada perayaan agama lain adalah perbuatan murtad maka indikasi saling mencurigai akan semakin membesar.

Berangkat dari kekhawatiran ini, penulis, setidaknya mempunyai dua pandangan yang sekiranya bisa dijadikan solusi bagi problem tahunan ini.

 

Mawaddah dalam Perbedaan

Secara sederhana, kata mawaddah bisa diartikan sebagai kasih sayang. Sebagai umat beragama, tentunya kita mempunyai kesadaran bahwa agama tidak hanya mengajarkan kasih sayang, tapi agama juga menekankan bahwa kasih sayang adalah sesuatu yang wajib. Barangkali begini, agama adalah kasing sayang dan kasih sayang adalah agama. Agama dan kasih sayang tak ubahnya dua sisi mata uang yang mustahil untuk dipisahkan.

Sebagai agama Samawi (agama langit), Islam-Kristen sebenarnya memiliki Ayah kandung yang sama, yakni Ibrahim A.S.. Hanya saja, ibu kedua agama ini berbeda. Sejarah mencatat bahwa Ibrahim memiliki A.S. dua istri yang masing-masing dari istri tersebut melahirkan nabi-nabi besar yang membawa kalam suci Tuhan. Istri pertama Ibrahim A.S adalah Sarah yang menurunkan Ya’qub, dan dari Ya’qub ini lahirlah Musa A.S. dan Isa A.S.. Dua nabi besar ini membawa agama masing-masing, yakni Yahudi dan Nasrani (Kristen). Sementara Hajar sebagai istri kedua melahirkan Ismail A.S. yang nantinya melahirkan Muhammad SAW. sebagai pembawa agama Islam. Dari masing-masing nabi ini, mengklaim membawa ajaran yang dibawa oleh Ibrahim A.S.

Dalam babak awal persandingan tiga agama ini, konflik-konflik karena perbedaan pandangan sangat minim terjadi. Akan tetapi seiring perputaran waktu, perbedaan pandangan tersebut tampaknya menjadi santapan yang sangat bergizi bagi tumbuhnya konflik-konflik agama, baik sesama maupun dengan pemeluk agama lain.

Dalam era kekinian, perbedaan pandangan setiap agama ini tampaknya memang sengaja dijadikan momentum untuk menyerang pihak lain. Setiap orang yang memiliki pandangan yang berbeda otomatis menjadi musuh utama bagi dirinya dan kelompoknya. Ini jelas sangat berbahaya. Dan lagi-lagi, ancaman pecahnya bangsa ini semakin mendekati kenyataan.

Dengan semakin suburnya doktrin bahwa musuh utama adalah yang berbeda pandangan, seharusnya masing-masing individu yang beragama ini memliki kesadaran kolektif bahwa kasih sayang adalah ruh setiap agama. Jika konsep ini dimatangkan dalam setiap pikiran mereka, maka kesempatan untuk berkonflik akan semakin sempit. Sehingga orang bijak berkata: Indahnya menebar kasih sayang dalam perbedaan.

 

Musuh Bersama

Semua agama itu adalah benar. Akan tetapi standar kebenaran itu mutlak ada di agama masing-masing. Kebenaran satu agama tidak bisa menjadi tolok ukur bagi kebenaran agama yang lain. Umat beragama mempunyai kewajiban untuk membenarkan agama yang dianutnya dengan tidak mengesampingkan standar kebenaran agama yang lain. Silakan menganggap agama lain salah, akan tetapi jangan pernah meneriakannya dengan semena-mena (Siluet, 2017). Kebersamaan dan toleransi sebagai pewaris yang sah ajaran Ibrahim A.S. harus tetap terawat dengan baik. Sehingga keseimbangan dalam semesta ini tetap berjalan.

Berpijak dari poin tersebut, bisa dilihat bahwa musuh utama umat beragama bukanlah sesama pemeluk agama yang memiliki pandangan yang berbeda serta umat lain yang memiliki agama yang berbeda. Akan tetapi musuh utama umat beragama adalah semua hal yang sifatnya menindas umat beragama itu sendiri, baik fisik maupun batin. Karena sebenarnya agama-agama yang dibawa para nabi tersebut memiliki misi untuk membebaskan umat manusia dari ketertindasan. Hamim Ilyaz dan Aris Fauzan memberikan contoh tentang kehadiran tiga nabi pewaris ajaran Ibrahim. Misalnya saja, Musa A.S.. Dengan keberaniannya, Musa A.S. berhasil menyelamatkan bangsa Yahudi keluar dari Mesir dan menenggelamkan Firaun di tengah laut. Kemudian Isa A.S. dengan sentuhan kasihnya berhasil memporak-porandakkan komitmen yuridis kaum Yahudi. Dan yang terakhir adalah Muhammad SAW. yang membawa perubahan tradisi jahiliah menjadi tradisi madani.

Dalam era sekarang, bisa disimpulkan bahwa musuh bersama umat beragama adalah kebodohan, kemiskinan dan ancaman kesehatan. Pertama, kemiskinan yang dialami oleh umat beragama cenderung menyebabkan umat beragama bertindak di luar ajaran-ajaran agama. Mereka akan cenderung berpikir untuk merampas hak-hak orang lain demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan Nabi SAW. juga pernah bersabda jika kemiskinan dekat sekali dengan kekufuran. Kekufuran dalam konteks ini bisa dimaknai sebagai bertindak di luar akal sehat manusia. Karena itu, semua umat beragama harus mampu bergandengan tangan untuk hadir dan menyapa umat beragama yang masih terbelenggu kemiskinan. Bukankah nabi-nabi pembawa ajaran Ibrahim A.S. sangat dekat dengan orang-orang miskin?

Kedua adalah kebodohan. Kebodohan mempunyai dampak yang sangat berbahaya bagi keseimbangan kehidupan umat beragama. Kebodohan yang menjangkiti umat beragama akan menggiring umat beragama untuk berpikir pendek, bertindak anarkis, serta memanipulasi kebenaran. Karena itu, sebagai umat yang memiliki kecerdasan beragama harus mampu menciptakan kehidupan yang cerdas bagi umat beragama sesamanya maupun umat beragama lain. Menciptakan lembaga-lembaga pendidikan bisa menjadi salah satu langkah terbaik untuk menghapus kebodohan.

Kemudian yang ketiga adalah ancaman kesehatan. Kesehatan menjadi faktor yang sangat penting untuk diperhatikan oleh umat beragama. Pemberian pencerahan tentang pentingnya kesehatan serta penanganan kesehatan yang baik dan tidak pilih kasih adalah pekerjaan rumah terbesar bagi para pemeluk agama.

Dua usulan solusi ini kiranya menjadi bahan diskusi serius bagi para pemeluk agama. Sehingga pandangan tentang indahnya perbedaan bisa tertanam kuat dalam sanubarinya masing-masing. Dan saat hujan perpecahan itu mulai datang, maka mereka bisa bersama-sama berteduh di bawah payung Ibrahim yang suci itu. Semoga!

  


 


 

 

 

 

Mereka itu, EMAS!

Mereka itu, EMAS! (Sebuah Pengantar) Tuhan Yang Mahakuat, Puji-puji ini untuk Engkau. Kepada Sang Nabi, saya haturkan Salawat: Semoga ka...