Kamis, 31 Juli 2025

Moderasi Beragama di Masjid Ar-Royan: Ketika NU dan Muhammadiyyah Bersatu dalam Satu Shaf Muhamad Mustofa Ludfi #PKDP_UIN_SATU_2025 #Moderasi_Beragama

Moderasi Beragama di Masjid Ar-Royan: 

Ketika NU dan Muhammadiyyah Bersatu dalam Satu Shaf

Muhamad Mustofa Ludfi

#PKDP_UIN_SATU_2025

#Moderasi_Beragama


Di tengah hiruk-pikuk perbedaan yang kerap kali membelah, Masjid Ar-Royan di Perumahan Bumi Mas, Tulungagung, hadir sebagai ruang harapan. Di sini, perbedaan bukan menjadi tembok pemisah, melainkan jembatan yang menyatukan. Di masjid ini, nilai moderasi beragama bukan sekadar slogan, melainkan realitas yang hidup dalam setiap rakaat salat jamaah.

Bayangkan suasana Subuh yang tenang, lantunan takbir menggema dari mimbar. Seorang imam berdiri di depan, membimbing jamaah dalam salat fajar. Ia adalah seorang kader Muhammadiyah—dikenal dengan pendekatan keagamaannya yang rasional dan tajdid (pembaruan). Di belakangnya, berbaris rapi jamaah yang mayoritas berasal dari Nahdlatul Ulama (NU), yang dikenal dengan tradisi tawasul, dzikir berjamaah, dan kecintaan terhadap ulama salaf. Namun, tak ada yang merasa terganggu. Tidak ada yang mundur dari shaf hanya karena perbedaan afiliasi keagamaan.

Inilah wajah moderasi beragama yang sejati: saling menghormati, menerima, dan bersatu dalam ibadah, meski berbeda dalam madzhab, tradisi, atau organisasi keagamaan.

Di Masjid Ar-Royan, perbedaan tidak dihapus, tetapi dihargai. Tidak ada yang dipaksa untuk mengikuti cara beragama orang lain. Tidak ada stigma bahwa cara satu kelompok lebih "benar" dari yang lain. Yang ada hanyalah semangat ukhuwah islamiyah—persaudaraan sesama muslim—yang tumbuh subur di antara jamaah.

“Kami tidak pernah mempertanyakan latar belakang organisasi seseorang saat menjadi imam,” ujar Ustadz Ahmad, salah satu tokoh masyarakat setempat. “Yang penting, dia bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, memahami rukun salat, dan memiliki akhlak yang baik. Itu saja cukup.”

Sikap seperti ini, sederhana namun dalam maknanya, menjadi fondasi kuat bagi kehidupan beragama yang damai dan inklusif. Di tengah arus radikalisme dan polarisasi yang kerap memanfaatkan perbedaan keagamaan untuk memecah belah, Masjid Ar-Royan justru menunjukkan bahwa umat Islam bisa bersatu tanpa harus menyamaratakan.

Perbedaan antara NU dan Muhammadiyyah, misalnya, bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Keduanya sama-sama memiliki kontribusi besar dalam membangun peradaban Islam di Indonesia. NU dengan tradisi pesantren dan kearifan lokalnya, Muhammadiyyah dengan gerakan pendidikan dan pembaruan sosialnya. Di Masjid Ar-Royan, kedua aliran ini tidak saling menegasikan, melainkan saling melengkapi.

“Kami belajar dari para ulama kita: berbeda itu sunnatullah,” tambah Bu Siti, jamaah perempuan yang setia hadir dalam pengajian rutin. “Yang penting, kita tetap saling menyapa, saling menjenguk saat sakit, dan saling membantu saat susah. Itu yang membuat agama kita hidup.”

Moderasi beragama bukan berarti tidak tegas dalam keyakinan. Bukan pula mengaburkan ajaran. Ia justru tentang keberanian untuk tetap teguh pada prinsip, namun rendah hati untuk mengakui bahwa kebenaran itu luas, dan Allah SWT membuka banyak jalan menuju-Nya.

Masjid Ar-Royan mungkin hanya satu dari ribuan masjid di Indonesia. Namun, kehadirannya menjadi simbol bahwa perdamaian dimulai dari hal-hal kecil: dari satu shaf salat yang rapi, dari satu imam yang dipercaya tanpa prasangka, dari satu komunitas yang memilih untuk saling menghormati daripada saling mencela.

Di tengah perumahan yang damai, Masjid Ar-Royan bukan hanya tempat ibadah. Ia adalah ruang belajar: bahwa Islam adalah agama rahmat, dan moderasi adalah jalan terbaik untuk mewujudkannya.

Semoga semangat ini tidak hanya tinggal di Bumi Mas, tapi menjalar ke seluruh penjuru negeri—dari masjid ke masjid, dari hati ke hati. Karena di sanalah, sesungguhnya, masa depan beragama kita ditentukan.

Mengapa Saya Lebih Memilih Ikut Perlombaan Burung Lovebird?

  Mengapa Saya Lebih Memilih Ikut Perlombaan Burung Lovebird? Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang penuh tekanan dan tuntutan, mencar...